top of page
No tags yet.

SEARCH BY TAGS: 

RECENT POSTS: 

I Read & Watch : DILAN 1990

______________________________________________________________________________________________



PROKLAMASI


Kemarin, di Jakarta, tanggal 26 Januari 2018, Vinda dan sekumpulan anak sekolah, dengan penuh rasa penasaran, telah resmi menonton DILAN 1990.


Hal - hal mengenai first impression dan review akan diselenggarakan dalam tempo yang sesingkat - singkatnya.



______________________________________________________________________________________________









WARNING! SPOILER ALERT!








It takes 2 years for me to be curious with Dilan. I mean, apa sih Dilan itu? Sebuah novel bersampul biru ditambah ilustrasi seorang anak SMA dan sebuah motor. Dari sampul itu, aku udah bisa menebak bahwa novel ini akan bertutur tentang cerita cinta anak SMA.


Aku cukup suka membaca novel. Beberapa novel yang udah aku baca di antaranya The Twilight Saga, Sherlock Holmes, seluruh seri Percy Jackson, 360 Detik, dan novel - novel Ilana Tan (Summer In Seoul, Autumn In Paris, Winter In Tokyo, Spring In London) yang menurutku memiliki alur cerita yang unik dan kalau kamu tanya bagaimana bisa aku mendapatkan novel - novel keren itu, tentu saja aku pinjam, hahaha.


Namun, dari awal Dilan masuk Gramedia sampai bajakannya ada di Pocin, aku sama sekali enggak tertarik untuk baca. Kebetulan saat itu aku udah kuliah dan menurutku ya ngapain aku baca cerita kayak gitu? Cerita cinta anak SMA, basi.


Rupanya novel itu laris. Best seller. Aku ingat waktu aku mampir ke Gramedia Margonda, aku lihat kedua novelnya ada di Top 10 Best Seller Novels. Sayang 1000 sayang, prestasi si novel itu belum bisa buat aku tertarik untuk baca.


Long story short, Juli 2017 lalu aku dengar Iqbaal Ramadhan aka Iqbaal ex CJR akan memerankan Dilan dan itu menimbulkan pro kontra dari penggemar Dilan. Aku? Biasa aja. Lagipula aku memang belum tertarik, walaupun Vanesha Prescilla ikut berperan sebagai Milea (kebetulan aku sudah pernah ketemu dengan Vanesha sewaktu masih menjadi videographer GADIS Sampul).


Rasa biasa aku berubah menjadi penasaran dan amat penasaran sewaktu trailer Dilan rilis. I was like, "Ya ampun, cute banget Iqbaal!" bahkan menurutku, potongan rambut dan rahangnya mirip banget sama ilustrasi Dilan di sampul novelnya.


Aku nonton Chrisye, ada trailer-nya Dilan. Aku nonton Jumanji, ada trailer-nya Dilan. Aku nonton Susah Sinyal, ada trailer-nya Dilan. Aku main ke rumah temanku, Dias, eh ada novelnya. Yaudah, akhir Desember lalu, aku mampir lagi dan pinjam Dilan 1990.


"Hati-hati ya bacanya, jangan baper," kata teman-temanku yang udah baca.


Baper? Aku susah baper sih orangnya.















Sampai aku baca Dilan 1990 dalam waktu empat hari.













Wow. Aku cukup baper.




Sebenarnya ini kisah klasik banget ya. Kisah klasik alias kisah cinta anak SMA. Tokoh utamanya udah pasti laki-laki dan perempuan ditambah teman-teman dan keluarga sebagai tokoh-tokoh pendukung. Si cowok suka, si ceweknya enggak. Si cowoknya PDKT, si ceweknya kepancing dan jadi deh, mereka pacaran. Basi banget enggak sih? Tetapi kamu tahu, ini kisah klasik yang unik dan bagi aku, ada tiga faktor yang bikin cerita ini unik.


Pertama, aku suka bagaimana Pidi Baiq, penulis Dilan 1990 ini mengatur alur ceritanya. Dimulai dari opening hingga ending, aku suka tiap kata dan kalimat yang ada di tiap bab Dilan 1990. Simple, but adorable! Tiap kata dan kalimat berhasil membuat aku berimajinasi. Seperti apa rumahnya Milea, seperti apa jalanan berkabut yang suka Milea lewati dan tentunya, seperti apa kehidupan SMA saat itu. Well, kalau Dilan dan Milea aku "malas menggambarkan"nya karena Pidi Baiq udah membantu aku dengan memasangkan Iqbaal dan Vanesha sebagai lovebird di versi filmnya, jadi mau seperti apa pun penggambarannya di novel, aku udah membayangkan bahwa itu Iqbaal dan Vanesha.


Kedua, masih berkaitan dengan kata dan kalimat, aku suka bagaimana kata - kata dan kalimat tersebut menjadikan sosok Dilan meaningful buat aku. Pokoknya, aku berterima kasih banget sama Pidi Baiq karena membuat karakter Dilan ini "hidup"


Ketiga, membaca novel ini membuat aku bernostalgia. Well, aku memaklumi Milea yang saat itu emosinya masih labil dan seharusnya kamu juga memaklumi hal tersebut karena aku yakin kamu pun pernah berada di posisi Milea. Aku juga tahu, pada masa itu, pasti ada seseorang yang bisa membuat kehidupan remaja kamu menjadi sangat "berwarna". Ya seperti Dilan "mewarnai" hidup Milea. Hahaha, lebih jelasnya, perhatian Dilan mengingatkan aku akan perkataan seseorang di masa lalu ;



"Aku sakit."


"Sini cium"


"Lah kok cium?"


"Iya, biar sakitnya pindah ke aku."




OK, novel ini cukup membuat aku emosional dari sisi yang bisa membuatku bernostalgia dan cerita dalam novel itu sendiri. I mean, aku kesal sewaktu Beni panggil Milea pelacur, aku benci sewaktu tahu Dilan dan Susi boncengan dan bagaimana Susi beberapa kali PDKT ke Dilan, dan tentu saja, bagaimana Kang Adi yang udah "tua" berusaha mendekati Milea dan menjauhkan dia dari Dilan.


You know what does this mean? Menurutku, novel yang bagus adalah novel yang bisa membuat pembacanya "emosional" dan sekarang aku sedang "emosional" *niruin Dilan* yesssss, Dilan 1990 is a very very good novel!



Tetapi bagaimana dengan filmnya?







Aku kurang setuju dengan orang yang selalu komentar "Filmnya enggak mirip dengan novelnya" walaupun aku pernah kecewa karena hal serupa. Intermezzo sedikit, I am a fan of Percy Jackson and The Sea of Monsters. Bagian favoritku adalah ketika Annabeth dan Percy harus melakukan petualangan berdua dan Percy berubah menjadi marmut. But you know? Scene itu enggak ada di filmnya! Bahkan, novel yang kalau enggak salah tebalnya 200-300an halaman itu diringkas menjadi film yang hanya berdurasi 90 menit. I was really disappointed!


OK, back to Dilan 1990. Well, beberapa temanku bilang banyak adegan penting yang dihilangkan di film. Tetapi setelah mengetahui bagaimana dunia perfilman bekerja, aku harus mengatakan, "Let film be film!" yang kita baca kan novel ya, yang membuat kita memiliki imajinasi sendiri. Nah, sekarang film ini tercipta dari imajinasi para kru film alias filmmaker dan aku yakin mereka enggak akan tega membabat habis adegan - adegan penting tersebut. Kedua, kalau filmmaker harus "mengabulkan" semua imajinasi kita,itu pasti akan sulit banget karena adanya keterbatasan kemampuan dan budget. Nobody is perfect, iya kan?


Namun, semua komentar negatif yang aku dengar sebelum menonton Dilan 1990 sirna sudah pada 15 menit pertama film ini diputar. Dimulai dari opening, yaitu Milea di 2014 hingga masuk ke nostalgianya di 1990, mirip persis seperti yang ada di novel.


Self introduction, habis makan jeruk, identitas keluarga, pindah ke Bandung dan pertemuan dengan Dilan. Everything is walking on the right path!


Setengah jam pertama, aku menyimpulkan beberapa hal :


1. Visualisasi rumah Milea hampir mirip dengan imajinasiku ( di imajinasiku, rumah Milea memiliki jendela yang mencuat keluar dan itu benar ada di versi film)


2. Every student was wearing foundation and powder termasuk Iqbaal! Yup, aku notice wajah Iqbaal berubah. Di awal mulus, kemudian blemish-nya kelihatan, setelah itu ketutup lagi.


3. Wati rupanya terlihat lebih "modern" dari yang aku bayangkan (entah kenapa aku berpikir demikian)


4. Dilan aka Iqbaal selalu terlihat cute, sekalipun ia adalah seorang Panglima Tempur :'D.



Itu 30 menit pertama dan pada saat itu, aku udah enggak bisa hitung berapa kali anak SMP dan SMA yang berada satu room sama aku itu teriak histeris tiap kali melihat Dilan alias Iqbaal senyum. Well, aku juga sih, tetapi aku enggak bisa teriak dan tersenyum lebar karena luka jahitan aku masih rawan.



Next, pada satu jam pertama aku menyimpulkan beberapa hal lagi :


1. Hampir semua adegan di novel berhasil divisualkan ke film. Termasuk adegan - adegan di mana Dilan mengucapkan kalimat - kalimat ajaibnya yaitu ;


"Milea kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja."


"Milea, jangan bilang ke aku ada yang menyakitimu. Nanti besoknya orang itu akan hilang."


"Jangan rindu. Ini berat. Kau takkan kuat. Biar aku saja."




2. Aku lupa Kang Adi itu pertama kali keluar di menit keberapa, tetapi, yang jelas, adegan - adegan Kang Adi dan Milea sedikit di sini. Di novel, Kang Adi ngajak Milea mampir ke toko di mana dia menjual barang - barang handmade (kalau enggak salah, aku lupa, soalnya bagiku Kang Adi hanya angin lewat), kemudian ada suatu acara di mana Kang Adi memperkenalkan Milea ke teman - temannya. Kedua adegan ini dihilangkan di film. Well, aku bersyukur sih karena aku enggak suka sama Kang Adi, hahaha dan aku cukup shock tahu Refal Hady yang memerankan Kang Adi. I mean, he is a good guy in real life but turns out to be annoying in Dilan 1990! Hahaha


3. Sayangnya, aku sedih karena adegan Dilan dan Milea yang ngejek Kang Adi juga enggak ada :( padahal di situ lucu loh, Dilan berlagak manja ke Milea dan mengatakan dia takut monyet padahal monyet yang dia maksud adalah Kang Adi! :D


Namun, kesedihan itu sirna karena kalimat romantis ini ada di film


“Cemburu itu hanya untuk orang yang tidak percaya diri. Dan sekarang aku sedang tidak percaya diri.”




Hampir dua jam menonton Dilan 1990, aku kembali membuat kesimpulan


1. Masa bodo dengan Kang Adi! Yang penting Dilan dan Milea. Lagipula ini kan judulnya 'Dilan 1990', bukan 'Adi 1990'


2. Awalnya aku merasa Vanesha kurang menunjukkan emosinya sewaktu putus sama Beni, tetapi, saat dia mencari Dilan dan berantem sama Anhar, aku putuskan bahwa dia "sangat menyayangi" Dilan.


3. Adegan yang paling kutunggu, yaitu Dilan berantem sama Anhar tervisualisasikan dengan sangat keren! Walaupun aku bingung kenapa Anhar enggak terlihat seperti berdarah sama sekali ya saat dipukul Dilan?


"Jangankan Anhar, kepala sekolah nampar Milea, aku bakar sekolah ini!"


Gosh, bukan hanya itu, adegan saat Dilan berantem dengan Pak Suripto juga keren! (you know, I love him more when he's angry :P)


4. Sayangnya, adegan Dilan traktir orang yang belanja di Warung Bi Eem sebagai Pajak Jadian alis PJ dia dengan Milea enggak ada :( Padahal menurutku itu lucu loh but it's still very OK.


5. Walaupun ada adegan yang dihilangkan, ada adegan dan dialog yang ditambahkan di film. Seperti saat Milea hendak membuka kado dari Dilan, yang entah kenapa lucu buatku ketika dia melihat boneka beruang pemberian Nandan dan membalik boneka tersebut. "Jangan lihat," ujar Milea sambil memasang muka yang jutek. Selain itu, dialog yang terjadi antara Dilan dan dua guru di kelas Milea saat Dilan mendatangi dia juga menggelitik! Ditambah dengan kehadiran Ridwan Kamil sebagai salah satu guru yang sepertinya sangat mencintai Bandung (yang tentunya membuat aku jadi kangen ke Bandung, hahaha)




Overall, aku kagum dengan film ini. Salut dengan usaha kru yang apik memvisualkan Bandung pada 1990 dan tentu saja, mengarahkan para pemain agar mendapatkan chemistry dan "masuk" ke tokoh yang mereka perankan. Let this film have a special place in your heart just like you put the novel in the same place!


By the way, sebelum masuk layar lebar, aku tahu, banyak yang mengatakan bahwa Dilan dan Milea adalah kisah nyata. Bahkan, hal itu diperkuat dengan adanya foto - foto Milea masa muda. Lantas, bagaimana dengan Dilan? Siapa sih dia sebenarnya? Bagaimana wujud aslinya in real life ya..


Kalau ini fiktif, aku salut sama Pidi Baiq. I like how he managed the idea into words and those words into sentences and those sentences into a book and that book into a film! But if this is a true story and Dilan Milea do exist, aku akan semakin kagum dan berterima kasih kepada Pidi Baiq, karena setidaknya, dari ketiga novel ini kita belajar suatu hal, bahwa cinta itu sederhana, se-sederhana perlakuan Dilan ke Milea yang selalu membuat Milea senang dan kita para pembaca pun hanyut dalam kisah dua remaja ini sehingga wajar bila beberapa di antara kita mendambakan cowok seperti Dilan. Namun, Dilan pun juga bukan cowok yang sempurna.


Again, seenggaknya kisah cinta Dilan dan Milea itu realistis. Why should we take a look at Cinderella and The Prince or Edward and Bella when we have Dilan and Milea?


Well, sebenarnya aku masih sanggup ngetik, tetapi aku tahu, kalau aku ngetik terus, sama aja aku spoiler ke kamu yang belum nonton dong! (Bahkan sebenarnya daritadi aku udah spoiler T.T)


Lagipula, kalau aku ngetik, enggak akan ada habisnya. Lebih baik kamu ke bioskop terdekat, beli tiket Dilan 1990, nonton filmnya and make your own opinion.


Novel dan filmnya selaras, ceritanya sederhana namun unik. Apalagi pemeran utamanya Iqbaal. Suatu kombinasi yang pas! (mungkin kalau aku laki-laki, aku akan lebih banyak membahas tentang Milea aka Vanesha)





RATING : 9/10 (maaf ya ayah Pidi Baiq, nothing is perfect. Bahkan hubungan Dilan dan Milea aja enggak berakhir dengan sempurna but why should it be? Hehe)



Terima kasih Dilan, kamu telah membuat akhir Januari ini menjadi sangat menyenangkan. Terima kasih telah membuat orang - orang datang ke bioskop sehingga popcorn banyak yang pesan. Aku tunggu kisahmu di film Dilan 1991 ya, walaupun aku tahu itu sangat menyakitkan!







LOVE,

















bottom of page