top of page
No tags yet.

SEARCH BY TAGS: 

RECENT POSTS: 

Melawan Si Kecil Kista Ateroma (Bahasa) part 2

Hi guys!


I think, I can conclude that the hardest thing to be a blogger is to be focus on what you are doing. Enggak hanya blogger aja sih, tetapi pekerjaan-pekerjaan lain pun juga membutuhkan fokus dan konsentrasi tinggi! But as a person who loves writing and thinks she can be a blogger *why not?*, niat juga merupakan faktor yang penting.


OK, so last month I wrote a story about Atheroma cyst. Di situ aku menjelaskan kenapa aku bisa terkena penyakit tersebut dan memberitahukan bagaimana kista itu berkembang selama beberapa bulan. Masih dengan topik Kista Ateroma, ini lah lanjutan dari kisah tersebut.





The place where that little sh*t stays.



Masih berlokasi di Gudang Sarinah Ekosistem, Pancoran, Jakarta Selatan dan masih dengan event yang sama, yaitu Jakarta Biennale 2017. Karena banyak teman-teman exhibition volunteer yang tahu bahwa aku secepatnya akan angkat kista, teman-teman banyak yang sharing pengalaman mereka tentang operasi kecil dan bius lokal. Bahkan, salah satu temanku, yaitu Wahyu juga pernah kena kista. Well, he was not sure actually but his experience was worth to be listened!


Wahyu cerita kalau tiba-tiba di bagian belakang lehernya muncul benjolan. Lunak, tetapi dia bisa merasakan ada batas di antara kulit dia dengan benjolan tersebut, persis banget seperti yang aku rasakan di pipi kanan. Setelah dia cek, dokternya pun memutuskan untuk mengangkat benjolan tersebut.


"Gue dioperasi dengan keadaan tengkurep, pokoknya pertama bius lokal dulu terus gue langsung mati rasa. Tiba-tiba belakang leher gue berdarah dan beberapa lama kemudian operasi selesai. Dokternya kasih lihat benjolan itu. Kayak bakso, deh," cerita Wahyu.


Dia dan teman-teman banyak yang support aku, kasih tahu bahwa bagian paling sakit hanya lah saat suntik bius dan setelahnya, I will feel nothing. To be honest, aku paling takut sama suntikan. Terakhir suntik waktu SD dan aku benar-benar trauma. Walaupun adikku bilang menginap di Rumah Sakit itu fun, tetap saja aku enggak bisa membayangkan bagaimana sakitnya jarum suntik menembus kulitku. Apalagi, kulit wajahku tipis!


Selain Wahyu, beberapa temanku di Jakarta Biennale juga sharing tentang pengalaman mereka dibius lokal dan dijahit. Bisa dibilang, 9 dari 10 orang yang sharing denganku mengatakan bahwa jahit itu sama sekali enggak sakit. Ya aku enggak tahu sih mereka bohong atau enggak, tetapi dari gesture dan tatapan mereka saat bercerita, I thought they were not lying. Jahit sama sekali enggak sakit.


Punya kista di pipi bikin aku semakin aware dengan healthy lifestyle. Tiap hari aku usahakan minum 8 gelas/5 botol air dan konsumsi sayur setiap hari. And of course, I stay away from the smokers. Aku enggak mau kulit wajahku kotor dan nantinya si kista itu malah makin merah dan membengkak!


Beberapa orang pernah aku tegur karena merokok sembarangan. Well, bukan teguran yang tegas juga sih. I was not brave enough. Sebagian ada yang stop karena ada aku, sebagian juga ada yang ngusir, hahaha. Aku pernah berdebat dengan seorang teman tentang rokok. Sebenarnya pemikiran dia bagus sih, tetapi aku tetap enggak terima.


"Menurut gue, lo enggak bisa menyalahkan perokok sepenuhnya. Gue enggak merokok, tapi gue tahu mereka yang perokok itu perlu rokok untuk kesenangan diri sendiri. Let's say mereka butuh inspirasi and they believe that cigarette is the source of inspirations so they smoke. Lagipula, lo enggak survey ke beberapa dokter dulu, apa itu benar kista atau bukan? Lo kan baru ke dua dokter, coba deh ke dokter lain. Siapa tahu dokter lain bilang itu bukan kista dan lo enggak usah operasi."


Ada benarnya juga sih dia. Duh, aku lupa namanya! Pokoknya dia exhibition volunteer juga di Jakarta Biennale dan lebih sering jaga di Museum Sejarah Jakarta aka Museum Fatahillah. Dia juga salah satu temanku yang pernah dioperasi dan dijahit, tepatnya di atas alis kanannya pernah ada benjolan. Sewaktu aku tanya apakah sakit dibius dan dijahit, dia mengatakan hal yang sama seperti teman-temanku yang lain. Menurut ibuku, aku enggak perlu cek ke dokter lain karena statement dua dokter (Dr. Dewi Martini dan Dr. Audy) tentang penyakitku itu udah sangat meyakinkan bahwa ini kista. Apalagi tanda-tandanya sama dengan apa yang aku baca. Plus, beberapa temanku, bahkan yang di luar Jakarta Biennale, pernah mengalami bengkak yang sama dan langsung memutuskan untuk operasi. I mean, kalau itu memang bukan kista, seenggaknya itu benjolan dan harus diangkat.


Now let's talk about cigarette. To be honest, aku pernah coba merokok beberapa tahun lalu. Tepatnya waktu aku lulus SMP di 2011, di mana aku juga pertama kali mewarnai rambut menjadi merah. Kebetulan ibuku punya warung dan menjual rokok. Ketika aku lagi santai di kamar, tiba-tiba adikku masuk dan menawarkan rokok ke aku. Kalau enggak salah, waktu itu aku baru 15 tahun dan dia 14 tahun. I tried to turn the fire on just like what I saw on movies. Setelah itu, aku mencoba menghirup asap tersebut and ouch, aku batuk! Setelah itu, aku enggak mau coba rokok lagi. Aku pun jujur ke ibu bahwa aku dan adikku merokok di kamar. She was not angry at all karena menurut dia, aku udah berani untuk jujur.


"Vakum" nyobain rokok selama 3 tahun, akhirnya aku nyobain rokok lagi di awal-awal kuliah, tepatnya 2014. Waktu itu umurku 19 tahun. For me, masa kuliah adalah masa yang paling menyenangkan karena lingkungan pertemanan aku jauh lebih luas. Aku memiliki beberapa teman akrab, di antaranya adalah laki-laki dan mereka perokok aktif. Aku cukup kepo kenapa mereka lebih pilih rokok dibandingkan makan. Suatu hari, kita jalan-jalan sekalian hunting foto tugas dan karena kedinginan, aku memutuskan untuk meminta sebatang rokok mereka. Habisnya, aku melihat mereka enggak kedinginan sama sekali saat merokok so I thought I needed to try dan hasilnya sama saja, aku tetap batuk-batuk dengan asap yang aku hasilkan sendiri.


Setelah pengalaman konyol tersebut, aku enggak mau lagi coba-coba merokok. Cukup teman-teman aku saja yang merokok. Aku? Ya menghirup asap rokok mereka saja LOL.


Selama kuliah (2014-2017) aku aktif berteman dengan para perokok and to be honest, my relationships were also full with smokes! Hahahaha. Sebelum terkena kista, aku enggak pernah melarang siapa pun untuk merokok dan saat itu wajahku juga masih jerawatan. Kesal sih, kalau lagi ngobrol terus mereka sembarangan nyalain rokok dan meniup asapnya ke arahku. My face became so oily, you know! Walaupun kesal, aku masih cuek dan enggak menduga kalau asap rokok berbahaya banget buat kulit sensitif. Bukan aku aja, tetapi untuk para perokok pasif, asap rokok itu ya memang berbahaya. Salah satu teman yang di Jakarta Biennale, contohnya. Namanya Mega, lebih sering jaga di Museum Sejarah Jakarta juga. 6 bulan magang di suatu PH (kalau kamu tahu bagaimana kerja di PH, bukan berarti aku nyindir ya but you know, a lot of people there are smoking) dan selepas dari situ, paru-parunya sakit. Ternyata paru-parunya kena flek.


Once again, bukannya aku benci sama perokok. I did smoking, I mean I tried it twice or more. My ex boyfriends (LOL) are also smokers and when they started smoking, I stayed away from them. I don't hate smokers but I hate it when they smoke in front of my face or smoking around an area that doesn't allow people to smoke.


Kembali ke ceritaku dengan si Kista Ateroma ini, Dr. Audy memberikan aku obat untuk dikonsumsi selama dua minggu. Obat tersebut kecil berwarna merah muda dan harus aku konsumsi dua kali sehari. Tiap aku melewati hari demi hari menkomsumsi obat tersebut, aku semakin deg degan karena kalau obat itu habis, berarti aku sudah harus operasi. O my God! Jarum suntik, pisau operasi, jahit... darah..... Why does this happen to me?


Hari demi hari sampai akhirnya aku hanya punya waktu kurang lebih seminggu untuk operasi. Waktu itu tanggal 13 November, tiba-tiba ada message masuk ke gmail-ku yang mengabarkan bahwa aku diterima kerja sebagai Creative Content Officer di AVENU Indonesia. Ah, senang banget! Setidaknya aku enggak akan terlalu merepotkan orang tua lagi untuk urusan jajan :P You know what I imagined with my own money that time? Buying cosmetics that I really wanted to buy hahaha :'D tetapi aku sedih juga sih, karena aku akan mulai kerja tanggal 4 Desember dan itu berarti aku harus meninggalkan Jakarta Biennale yang sebenarnya closing tanggal 10 Desember :(


Aku menjalani dua minggu menjelang operasi dengan mood yang baik. Tanggal 16 November aku pergi ke Belleza Shopping Town, Jakarta Barat untuk tanda tangan kontrak kerja karena HRD kantorku berlokasi di sana, sedangkan aku nanti akan bekerja di Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan dan mobile ke mana-mana.


Aku sedih banget waktu tahu bahwa aku terkena kista. Yang aku tahu, kista itu cuma ada di rahim tetapi aku salah. Walaupun aku sedih karena harus menghadapi jarum suntik dan peralatan operasi lainnya ditambah dengan biaya yang cukup merepotkan orang tua, aku juga senang karena akhirnya aku mendapat pekerjaan yang cukup sejalan dengan passion-ku, beauty.


Seminggu sudah aku menkonsumsi obat, dan kamu tahu, sampai post ini terbit, Si Kecil kista Ateroma ini masih ada di pipi kananku. Yup, aku gagal operasi Desember kemarin karena Dr. Audy cuti dari tanggal 22 Desember 2017 hingga 7 Januari 2018! :'D setelah aku tek tok kan cukup lama dengan Suster Maya, akhirnya aku check up lagi ke Dr. Audy tanggal 10 Januari kemarin and the result is.. aku akan operasi tanggal 22 Januari 2018 pukul 14.00 WIB. Doakan agar aku enggak nangis ya! :'''''D




To be continued


LOVE,








bottom of page